Senin, 22 Maret 2010

SEJARAH SINGKAT KABUPATEN BONE BOLANGO

Sejarah berdirinya Kabupaten Gorontalo (Kabupaten Induk) Maupun Kabupaten Bone Bolango (Rencana Pemekaran Kabupaten Gorontalo diwilayah Timur) yang berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 Tahun 1978 merupakan pembantu Bupati Kepala Daerah Wilayah II yang meliputi wilayah kerja Kecamatan Tapa, Kecamatan Kabila, Kecamatan Suwawa, dan Kecamatan Bone Pantai dalam dimensi historis tidak dapat dipisahkan dan dibedakan dengan sejarah Gorontalo keseluruhan.
B.J Haga “De Limo Pohalaa”. 1931 menyatakan bahwa, sebelum masa penjajahan Belanda, keadaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergantung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut “Pohalaa”. Di daerah Gorontalo, ada 5 (lima) Pohalaa yang terdiri dari : 1). Pohalaa Gorontalo, 2). Pohalaa Limboto, 3). Pohalaa Bone (Termasuk Suwawa dan Bintauna), 4). Pohalaa Bolango (Tahun 1962 digantikan dengan Boalemo, dan 5). Pohalaa Atinggola. Raja dari Pohalaa-pohalaa tersebut ditentukan oleh baate-baate (pemangku adat) menurut garis keturunan, tetapi pada masa penjajahan Belanda, baate-baate hanya mencalonkan, sedangkan yang memutuskan adalah penjajah Belanda dan yang menonjol dari kelima pohalaa ini adalah Pohalaa Gorontalo dan Pohalaa Limboto dibanding dengan Pohalaa Bone, Bolango dan Atinggola.
Pada tahun 1824, daerah Limo Lo Pohalaa telah berada dibawah kekuasaan seorang asisten Presiden, disamping Pemerintah tradisional. Dari cara pemerintahan kerjasama dengan pemerintah kerajaan dialihkan sistem pemerintahan langsung yang dikenal dengan Istilah Rechthatreeks Bestulur yang dijalankan secara resmi pada tahun 1889. Dan pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan, dimana daerah Limo Lo Pohalaa dibagi atas 3 (tiga) Onder Afdeling, yaitu : 1). Onder Afdeling Kwandang, 2). Onder Afdeling Gorontalo, 3). Onder Afdeling Boalemo. Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi 5 (lima) distrik, yaitu : 1). Distrik Kwandang, 2). Distrik Limboto, 3). Distrik Bone, 4). Distrik Gorontalo dan 5). Distrik Boalemo. Pada tahun 1925 Gorontalo ditetapkan menjadi Afdeling Gorontalo yang terdiri atas 3 (tiga) Onder Afdeling,1) Onder Afdeling Gorontalo, 2). Onder Afdeling Boalemo, 3). Onder Afdeling Buol. Onder Afdeling ini dibagi lagi atas Distrik-distrik yang mana Onder Afdeling Gorontalo terdiri dari : 1). Distrik Gorontalo, 2). Distrik Suwawa, 3). Distrik Limboto, 4). Distrik Kwandang dan 5). Distrik Boalemo. Tiap-tiap distrik membawahi lagi beberapa Onder Distrik yaitu : Distrik Gorontalo membawahi : 1). Onder Distrik Kota Gorontalo, 2) Onder Distrik Kabila, 3). Onder Distrik Tapa, 4). Onder Distrik Telaga, Distrik Suwawa Membawahi : 1). Onder Distrik Suwawa dan 2). Onder Distrik Bone Pantai, Distrik Limboto Membawahi : 1). Onder Distrik Tibawa dan 2). Onder Distrik Batudaa, Distrik Kwandang Membawahi : 1). Onder Distrik Kwandang, 2). Onder Distrik Atinggola dan 3). Onder Distrik Sumalata, serta Distrik Boalemo yang membawahi : 1). Onder Distrik Boalemo, 2). Onder Distrik Paguyaman dan 3). Onder Distrik Paguat.
Keadaan administrasi pemerintahan ini berlangsung sampai dengan meletusnya perang dunia II, sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Gorontalo tergabung dalam Negara Indonesia Timur (NIT) yaitu Negara Boneka Belanda yang berlangsung hingga Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada waktu itu, daerah Gorontalo dan sekitarnya dikenal dengan nama Dewan Kepemerintahan Sulawesi Utara (DKSU) yang terdiri dari 3 (tiga) Lanschap (Neo Praja) atau Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) yaitu : 1). Gorontalo, 2). Buol dan 3). Bolaang Mongondow. Setelah RIS dibubarkan, maka seluruh Indonesia tergabung kembali dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (1949), dimana Sulawesi Utara pada masa itu menjadi daerah otonom (Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1953).
Pada tahun 1954, Lanchap Bolaang Mongondow dipisahkan menjadi daerah otonom tingkat II sehingga Sulawesi Utara hanya meliputi bekas lanchap Gorontalo dan Buol yang tetap berpusat di Kota Gorontalo. Selanjutnya dengan keluarnya Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang pembentukan daerah tingkat II di Sulawesi, maka daerah Sulawesi Utara yang dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1953 dipisahkan menjadi 2 (dua) Daerah tingkat II yaitu : 1). Daerah Kota Praja Gorontalo dan 2). Daerah Tingkat II Gorontalo dikurangi Daerah Swapraja Buol. Dan Pada Tahun 1965 istilah Kotapraja menjadi Kotamadya (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965), sehingga Kotapraja Gorontalo berubah menjadi Kotamadya Gorontalo yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan, sedangkan Kabupaten Daerah Tingkat II Gorontalo terdiri dari 16 (enam belas) Kecamatan (Perjuangan Rakyat Daerah Gorontalo 1982).
Selanjutnya dengan keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 Tahun 1978 tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pembantu Bupati/Walikotamadya, Kabupaten Gorontalo dibagi menjadi 4 (empat) wilayah kerja pembantu Bupati Kepala Daerah, yaitu : 1). Pembantu Bupati Kepala Daerah Wilayah I, yang meliputi wilayah kerja Kecamatan Limboto, Kecamatan Tibawa, Kecamatan Batudaa, Kecamatan Telaga dan Kecamatan Batudaa Pantai yang beribukota di Kecamatan Tibawa; 2). Pembantu Bupati Kepala Daerah Wilayah II, yang meliputi wilayah kerja Kecamatan Tapa, Kecamatan Kabila, Kecamatan Suwawa dan Kecamatan Bone Pantai yang beribukota di kecamatan Kabila; 3). Pembantu Bupati Kepala Daerah III, yang meliputi wilayah kerja Kecamatan Kwandang, Kecamatan Atinggola, dan Kecamatan Sumalata yang beribukota di Kecamatan Kwandang; 4). Pembantu Bupati Kepala Daerah Wilayah IV, yang meliputi wilayah kerja Kecamatan Paguyaman, Kecamatan Tilamuta, Kecamatan Paguat, Kecamatan Marisa, Kecamatan Popayato dan Kecamatan Boliyohuto yang beribukota di Kecamatan Paguat. (Sumber : Profil Kabupaten Bone Bolango 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar